Minggu, 03 Agustus 2014

HUBUNGAN ANTARA KADAR FIBRINOGEN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

1. STROKE ISKEMIK
1.1                                                          Definisi dan Klasifikasi
Menurut AHA/ASA 2013 stroke infark susunan saraf adalah kematian sel otak, medulla spinalis dan retina yang disebabkan oleh iskemia, berdasarkan :
1.      patologis, pencitraan, atau bukti obyektif lainnya dari cedera iskemik fokal otak, medulla spinalis, atau retina yang sesuai distribusi vaskular; atau
2.      bukti klinis cedera iskemik fokal otak, medulla spinalis, atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau sampai kematian, dan etiologi lainnya disingkirkan
Sedangkan definisi stroke iskemik adalah suatu episode disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, medulla spinalis, atau retina.19
Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama.20-22 Belum ada data pasti stroke di Indonesia, namun riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di rumah-rumah sakit di Indonesia.2 Prevalensi stroke di India diperkirakan 203 pasien per 100.000 penduduk, sedangkan di China insidennya 219 per 100.000 penduduk. Kemajuan teknologi kedokteran berhasil menurunkan angka kematian akibat stroke, namun angka kecacatan akibat stroke cenderung tetap bahkan meningkat. Diperkirakan terdapat 2 juta penderita pasca stroke di Amerika dengan biaya perawatan 65,5 miliar dolar pada tahun 2008.24
Menurut patofisiologinya, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragis. Pembagian stroke iskemik dan stroke hemoragis lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 1. Klasifikasi stroke iskemik didasarkan pada klasifikasi Bank Data Stroke dan TOAST (trial ORG 10172 acute stroke treatment).25,26
Tabel 1. Klasifikasi Stroke Menurut Patofisiologi
Stroke Iskemik
-        Arteri besar
-        Kardioemboli
-        Lakuner (pembuluh darah kecil)
-        Etiologi lain
-        Etiologi multipel
Stroke Perdarahan
-        Perdarahan subarakhnoid primer
-        Perdarahan intraserebral primer

Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis. 27
Berbagai penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor risiko yang  membuat seorang individu menjadi lebih rentan mendapat stroke. Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tak dapat dimodifikasi.

 Tabel 2. Faktor Risiko Stroke 28,29
Faktor risiko yang tak dapat dimodifikasi
Usia
Jenis kelamin
Ras atau etnis
Riwayat keluarga
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang sudah terbukti (intervensi terbukti bermanfaat)
Hipertensi
Fibrilasi atrium
Merokok
Diabetes
Hiperlipidemia
Stenosis karotis
Riwayat serangan iskemik sepintas
Obesitas
Penyakit sel sabit
Faktor risiko yang belum terbukti (dari penelitian observasi, keuntungan terhadap intervensi belum terbukti)
Penyakit jantung
Infark myokard
Disfungsi ventrikel kiri
Penyakit katup jantung
Hipertrofi ventrikel kiri
Patensi foramen ovale
Aneurisma septum atrium
Kalsifikasi mitral anuler
Ruptur katup mitral
Ateroma arkus aorta
Inaktivitas fisik
Pola diet buruk
Lipoprotein (a)
Kosumsi alkohol berlebihan
Antibodi antifosfolipid
Hiperhomosisteinemia
Kondisi hiperkoagulasi
Terapi sulih hormon
Kontrasepsi oral
Hiperfibrinogenemia
Penyalahgunaan narkoba
Migren
Displasia fibromuskuler
Infeksi / inflamasi kronis



1.2     Patofisiologi Stroke Iskemik
                                                               Mekanisme iskemia serebral fokal berbeda dari iskemia global. Pada iskemia global, bila secara absolut tidak ada aliran darah serebral maka akan terjadi kerusakan neuron secara ireversibel, sedangkan pada iskemia fokal selalu terdapat sirkulasi (melalui pembuluh kolateral), sehingga masih terdapat darah yang mengandung oksigen dan glukosa yang mengalir ke regio serebral lain meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. Infark serebral terdiri dari dua proses patofisiologis, pertama kurangnya suplai oksigen dan glukosa akibat oklusi vaskuler dan yang kedua karena perubahan metabolisme seluler akibat tidak adekuatnya energi yang tersedia selama proses iskemia serebral.30
Kaskade iskemik merupakan rangkaian reaksi biokimia yang dimulai pada otak dan jaringan aerobik lainnya beberapa detik sampai menit setelah terjadi iskemik (aliran darah yang tidak adekuat). Dalam detik sampai menit setelah berkurangnya aliran darah, kaskade iskemik dengan cepat dimulai, yang terdiri dari serangkaian peristiwa biokimia yang akhirnya mengarah pada disintegrasi membran sel dan kematian  sel di pusat / inti infark tersebut. Kaskade  iskemik dimulai dengan  fokus hipoperfusi yang parah, yang mengarah pada  kerusakan eksitotoksisitas dan oksidatif  yang pada gilirannya menyebabkan cedera mikrovaskuler, dan menginisiasi inflamasi pasca iskemik. Jumlah kerusakan permanen tergantung pada beberapa faktor : tingkat dan durasi iskemia dan kemampuan untuk memulihkan dan  memperbaiki diri sendiri. 31,32
Otak adalah salah satu organ yang aktif secara metabolik dan sangat  tergantung pada fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan energi. Hal ini mengakibatkan otak sangat sensitif terhadap perubahan atau gangguan pada asupan oksigen dan glukosa. Iskemik fokal pada otak menyebabkan penurunan konsumsi oksigen dan glukosa. Dalam beberapa menit baik sel neuron maupun non neuron menjadi terdepolarisasi dan mengaktifkan voltage-dependent calcium channel. Depolarisasi juga menginduksi pelepasan neurotransmiter dari presinaptik terminal menuju celah sinaps.  Masuknya kalsium yang berlebihan dalam sel menyebabkan terbentuknya zat-zat berbahaya seperti   radikal bebas, reactive oxygen species dan calcium-dependent enzim seperti calpainendonuklease, ATPase, dan phospholipase  dalam  proses yang disebut eksitotoksisitas.33
Sebagai akibat dari sisa perfusi pembuluh darah kolateral, daerah di mana aliran darah turun menjadi sekitar  30 ml/100 g / menit kaskade iskemik berlangsung lambat. Sel neuron dapat mentolerir tingkat kekurangan aliran darah ini (20-40% dari nilai kontrol) selama beberapa jam sejak onset stroke sampai pemulihan penuh fungsi mengikuti restorasi aliran darah. Di tengah sel daerah iskemik terjadi depolarisasi anoksik dan tidak pernah repolarisasi. Sedangkan di wilayah penumbra, sel-sel dapat mengalami repolarisasi karena adanya konsumsi energi lebih lanjut sehingga terjadi depolarisasi lagi sebagai respon 31,32
Gambar 1.  Patofisiologi mekanisme pada iskemik fokal 
                                                              
                                                                        Segera setelah awitan  iskemi, terjadi stimulasi ekspresi gen proinflamasi, termasuk yang menyandi NF-kB, hypoxia-inducible factor, dan interferon 1β. Selanjutnya menginisiasi kaskade termasuk ekspresi molekul adhesi (seperti molekul adhesi intercellular dan vascular, ICAM and VCAM, demikian pula selectin), aktivasi endotel, interaksi proinflamasi dan protrombotik antara dinding pembuluh darah dan komponen dalam darah yang memicu thrombogenesis, dan penyumbatan mikrovaskular.31,32,33

1. 3                                                         Gejala dan Tanda Stroke Iskemik
Gejala dan tanda stroke iskemik dapat berupa gangguan motorik, sensorik, otonom, kognitif sesuai daerah pendarahan arteri yang mengalami penyumbatan. Klasifikasi menurut The Oxfordshire Community Stroke Classification (atau klasifikasi Bamford) mengelompokkan stroke iskemik dalam 4 kategori. Dari kategori tersebut dapat diketahui volume infark (ukuran stroke), daerah teritorial vaskuler yang mungkin terlibat dan mekanisme yang mendasarinya, serta kemungkinan prognosis.34

Tabel 3. Sindroma Stroke 35
Sindroma
TACS
15%
PACS
35%
LACS
25%
POCS
25%
Gambaran
klinis
1.   Defisit motoris/sensoris meliputi 2/3 wajah, ekstremitas atas dan bawah
2.   Disfungsi korteks (afasia, apraksia, neglek)
3.   Hemianopia
1.  2/3 gambaran TACS
2.  Disfungsi korteks saja
3.  Defisit motoris/sensoris lebih terbatas daripada LACS

1.  Defisit motoris/sensoris meliputi 2/3 wajah, ekstremitas atas dan bawah
2.  Hemiparesis ataksik tanpa hemianopia atau
3.  disfungsi korteks

1.    Paresis saraf kranial dengan defisit motorik/ sensorik kontralateral
2.    Defisit motoris/sensoris bilateral
3.    Defisit lapang pandang terisolasi
4.    Gangguan gerak mata terkonjugasi
5.    Gangguan serebeler tanpa defisit motoris/sensoris ipsilateral
Mekanisme
Emboli 70-80%
Emboli 70-80%
Gangguan pembuluh darah kecil
Trombosis in-situ 80%
Emboli 20%
Prognosis (dalam 1 tahun)
60% meninggal (40% dalam 30hari)
35% dependen
<5 independen="" o:p="">
15% meninggal (5% dalam 30 hari)
30% dependen
55% independen
10% meninggal (5% dalam 30 hari)
30% dependen
60% independen
20% meninggal (<10 30="" dalam="" hari="" o:p="">
20% dependen
60% independen
Keterangan :
TACS: Total Anterior Circulation Syndromes
PACS: Partial Anterior Circulation Syndromes
LACS: Lacunar Syndromes
POCS: Posterior Circulation Syndromes

1.4                                                          GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA STROKE AKUT
Pada stroke fase akut, gangguan kognitif sering terjadi dan menjadi prediktor bebas yang penting keluaran jangka panjang yang merugikan. Gangguan kognitif berfluktuasi sesuai fase stroke. Gangguan kognitif pada fase akut terjadi akibat dampak langsung lokasi infark pada tempat yang strategis atau akibat hipoperfusi regio otak lain sebagai respon sekunder infark. Infark atau iskemia pada lokasi otak tertentu menyebabkan gangguan kognitif yang sesuai. Stroke pada hemisfer dominan menyebabkan gangguan berbahasa (afasia) dan apraksia. Pada hemisfer non dominan gangguan kognitif dapat berupa neglect (pengabaian) pada salah satu sisi obyek atau ruang. Gangguan kognitif tidak hanya terjadi pada infark di kortikal, tetapi juga pada subkorteks karena mengenai sirkuit-sirkuit yang ikut mengatur fungsi kognitif antar bagian-bagian di otak.36
Gangguan kognitif fase akut berhubungan dengan lesi itu sendiri, tetapi sering juga berhubungan dengan hipoperfusi dan deaktivasi fungsional (diaschisis) dari area yang lebih jauh di otak. Terdapat studi yang mengungkap bukti bahwa jaringan otak yang menerima perfusi yang tidak adekuat dapat mengalami perbaikan aliran restorasi, dan terjadi perbaikan pula pada tampilan kognitifnya pada stroke iskemik akut.37
Konsep klasik menyiratkan bahwa demensia vaskular adalah hasil dari volume kritis infark jaringan otak , terlepas dari topografinya. Namun, lesi terisolasi dengan posisi strategis juga dapat menyebabkan penurunan kognitif, meskipun volume lesi kecil. Selain itu, demensia pasca stroke didokumentasikan dengan baik pada pasien dengan lesi white matter subkortikal yang luas. Berdasarkan data pencitraan patologis dan fungsional saat ini, tiga konsep patogen dari demensia vaskular (VaD) telah dijelaskan : akumulasi infark kortikal,infark subkortikal strategis,dan pemutusan kortikal fungsional.38
1.4.1                                                       Akumulasi infark kortikal
Lesi kortikal tertentu dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala gangguan kognitif (amnesia, afasia, apraxia, alexia, agraphia). Dalam kombinasi dengan kelainan nonkognitif , seperti ketidakstabilan atau kehilangan inisiatif emosional, lesi ini dalam berbagai kombinasi dan ekstensi dapat merupakan sindrom demensia kortikal.38
1.4.2                                                       Infark subkortikal strategis
Gangguan proyeksi subcorticofrontal dan talamokortikal akibat lesi kecil dan terisolasi dapat menyebabkan demensia. Lokasi kritis terdiri dari thalamus, nucleus caudatus, dan genu krus anterior kapsula internal. Infark strategis mengganggu sirkuit penting seperti prefrontal, orbito-frontal, dorsolateral, atau cingulate anterior, sehingga mengganggu hubungan penting antara korteks prefrontal dan basal ganglia atau thalamus. 38
1.4.3                                                       Terputusnya fungsional kortikal
White matter lesion (WML) yang luas mencerminkan kerusakan akson difus, dengan konsekuensi terputusnya fungsional korteks yang luas pula. Studi pencitraan otak fungsional mengungkapkan berkurangnya aliran darah otak dan metabolisme tidak hanya pada perubahan morfologis white matter tetapi juga pada keutuhan struktural korteks frontal, temporal dan parietal. Pada pasien dengan mikroangiopati otak, gangguan neuropsikologi berkorelasi dengan hipoperfusi kortikal dan hipometabolisme tapi tidak dengan tingkat WML. Hubungan antara WML dan disfungsi kognitif yang lebih kompleks. Hal ini secara klinis diketahui bahwa bahkan pasien dengan WML yang luas dapat menampilkan memori utuh, dan hal ini menunjukkan bahwa faktor tambahan mungkin memainkan peran. Atrofi corpus callosum ditunjukkan dalam studi pencitraan resonansi magnetik (MRI) menjadi prediktor penting penurunan kognitif secara global pada pasien dengan WML. 38
1.5                                                          Faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif
1.5.1                                                       Usia dan jenis kelamin
Meningkatnya usia merupakan suatu faktor risiko penting untuk penyakit vaskuler termasuk stroke dan demensia vaskuler. Beberapa penelitian mengusulkan bahwa penurunan kapasitas penyangga baik pada pembuluh darah dan kavitas kraniospinal terkait usia mendukung hipoksia serebral dan reduksi aliran arteri serebral. Penurunan aliran serebral total dan pengurangan proporsi pulsasi cairan serebrospinal akuaduktus dan servikal merupakan hasil dari kehilangan pulsatilitas arterial. Penurunan aliran darah otak dan usia merupakan faktor untuk kerusakan otak dan penurunan kognitif.34 Frekuensi demensia meningkat secara dramatis pada pasien stroke usia tua.39 Usia lebih dari 70 tahun lebih berisiko mendapatkan gangguan kognitif. Setiap pertambahan 5 tahun berisiko 1,5 kali terkena mild cognitive impairment (MCI)40,41
Perempuan lebih cenderung terkena stroke kardioemboli, sedangkan laki-laki cenderung terkena stroke lakuner, sehingga gangguan kognitif pasca stroke lebih banyak pada perempuan. Perempuan juga mendapat stroke pada usia yang lebih tua, sehingga mungkin sudah terdapat gangguan kognitif sebelum stroke.36
1.5.2        Pendidikan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eman dkk., bila dibandingkan dengan pasien yang non demensia, pasien dengan demensia pasca stroke secara signifikan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah.42 Penelitian lain menyebutkan, insidensi demensia vaskuler sendiri kurang lebih 3,8 per 1000 per tahunnya, dimana frekuensi lebih tinggi pada populasi daerah pedesaan, biasanya berkaitan dengan tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kualitas penyedia pelayanan kesehatannya yang lebih rendah dan dampak dari isolasi. Frekuensi demensia vaskuler menjadi dua kali lipat setiap 5,3 tahun dan frekuensinya dua kali pada pasien dengan tingkat pendidikan yang rendah.43
Sebagai tambahan, di beberapa penelitian yang lain juga menyatakan bahwa status pendidikan yang rendah sebelum stroke (di bawah tingkat SMA) merupakan faktor prediktor yang independen terhadap kejadian VCIND (OR=3,5) dan demensia (OR=8,7) dalam 1 tahun pasca stroke.44,45

1.5.3        Faktor risiko aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan proses vaskuler sistemik yang dianggap sebagai penyebab utama penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler.46 Hipertensi, diabetes mellitus, dan hiperlipidemia merupakan faktor risiko aterosklerosis sekaligus demensia vaskuler. Plak aterosklerotik yang terbentuk dapat menyebabkan penyakit serebrovaskuler melalui proses kalsifikasi, ruptur atau ulserasi, perdarahan, fragmentasi, kelemahan dinding pembuluh darah dan aneurisma, atau kombinasinya. Plak yang terbentuk di arteri karotis atau arteri serebral dapat menurunkan atau membuat oklusi aliran darah ke otak, sehingga meningkatkan kecenderungan disfungsi kognitif dan gangguan lain.47
Hipertensi
Tekanan darah tinggi telah lama diketahui dapat menyebabkan stroke. Penelitian menunjukkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko independen terhadap gangguan fungsi kognitif, baik dengan maupun tanpa riwayat stroke sebelumnya. Tekanan darah tinggi pada usia pertengahan (40-64 tahun) merupakan faktor risiko terjadinya kemunduran kognitif pada usia lanjut.41
Pendapat yang berbeda ditemukan di penelitian lain. Penelitian  Framingham, misalnya, seperti yang ditulis Augusto, dkk. menyimpulkan bahwa tidak mungkin menegakkan hubungan kausatif antara hipertensi yang berkaitan dengan penyakit vaskuler subklinis dan defisit kognitif karena sulit untuk mengintepretasikan perubahan tekanan darah, terapi antihipertensi atau lesi substansia alba pada penelitian cross sectional.48
Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko yang penting untuk MCI dan selanjutnya AD. Baik diabetes tipe 1 maupun tipe 2 berhubungan dengan berkurangnya performa pada berbagai domain dari fungsi kognitif. Namun, patofisiologi yang pasti disfungsi kognitif pada diabetes tidak sepenuhnya diketahui. Diabetes yang berat kemungkinan besar berkaitan dengan buruknya kontrol gula darah, yang mana dapat merusak sel saraf di otak dan menyebabkan gangguan kognitif.45,49,50 Beberapa penelitian lain mengusulkan adanya perubahan struktur dan fungsi otak pada pasien diabetes berhubungan dengan kondisi hiperglikemia yang menginduksi kerusakan end-organ, penyakit makrovaskuler, hipoglikemia, resistensi insulin dan lesi amiloid memainkan peranan yang penting.49,50
Hiperlipidemia
Diawal tahun 2003, penelitian dengan autopsi menunjukkan adanya suatu hubungan antara deposit amiloid serebral dan hiperkolesterolemia. Selanjutnya penelitian berbasis populasi yang besar dinyatakan bahwa hiperlipidemia dan terutama hiperkolesterolemia pada usia pertengahan berhubungan dengan risiko terjadi MCI selanjutnya. Pada penelitian Rotterdam, yang diikuti 6992 peserta diamati selama 9 tahun, didapatkan hasil bahwa risiko berkembangnya demensia Alzheimer berkurang pada hampir setengah dari peserta yang mengkonsumsi statin (hazard ratio 0,57, 95% confidence interval 0,37-0,90).51-53
Merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dikenal mempunyai efek terhadap sistem kardiovaskuler dan neuron, yang mana dimediasi secara umum oleh stres oksidatif dan inflamasi.54 Hasil suatu metaanalisis penelitian prospektif menunjukkan suatu peningkatan risiko untuk penurunan kognitif pada perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok,55 kemungkinan karena nikotin mungkin juga menstimulasi jalur kolinergik di dalam otak.56 Risiko dan keuntungan dari masukan alkohol menjadi perdebatan selama bertahun-tahun, dengan risiko satu-satunya yang jelas untuk perburukan kognitif yaitu pengguna alkohol berat.54
Inflamasi
Inflamasi merupakan proses kunci terkait banyak faktor risiko kardiovaskuler sampai kerusakan vaskuler dan neuronal.Terdapat bukti yang berkembang yang mendukung hipotesis bahwa stroke mencetuskan mekanisme kompleks mempengaruhi disfungsi molekuler dan jaringan, kombinasi dengan faktor risiko penyerta yang dimodifikasi oleh karakteristik demografi dan data individual dari pasien, dapat menyebabkan defisit kognitif yang permanen.54,57 Perubahan aterosklerosis serebral dapat mengganggu integritas sirkuit subkortikal frontal dan menyebabkan perburukan kognitif dan depresi. Inflamasi diduga merupakan faktor penting yang berkontribusi baik kerusakan neuronal setelah stroke dan berkembangnya plak amiloid yang berkaitan dengan defisit kognitif dan demensia pada usia tua. 58 Faktor risiko vaskuler lain yang dapat menyebabkan penurunan kognitif, yaitu diet,59 obesitas,51 kurangnya aktivitas fisik,60 dan depresi.54

1.5.4                                                     Faktor stroke iskemik
          Infark serebri meningkatkan risiko perburukan kognitif dan demensia. Tergantung dimana lokasi infarknya, infark dapat mengganggu sirkuit serebral dan berdampak pada kemampuan kognitif spesifik. Sirkuit frontal-subkortikal berkaitan dengan memori, pemrosesan informasi, dan fungsi eksekutif. Sirkuit serebro-serebelar berkaitan dengan kontrol motor dan fungsi kognitif kompleks yang lebih tinggi, termasuk fungsi eksekutif dan memori.61
          Gangguan fungsi kognitif yang cukup menonjol juga ditemukan pada infark di talamus, nukleus kaudatus, genu kapsula interna, girus angularis, hipokampus, dan lobus frontal.41 Infark di lebih satu lokasi dan jumlah lebih dari 1 berhubungan dengan kinerja memori, kecepatan, pemrosesan data, dan fungsi eksekutif yang lebih buruk.61
          Pada The Stroke Data Bank Study, Tatemichi dkk. menemukan bahwa pada stroke infark lakuner memiliki prevalensi demensia yang lebih rendah, penurunan kognitif hanya berkaitan dengan infark yang besar dan terlokasi di hemisfer dominan.62
          Lokasi lesi dikatakan lebih penting daripada volume lesi dalam memprediksi derajat pemulihan bidang spesifik, yang mana lesi di lobus frontal secara independen berasosiasi dengan pemulihan yang buruk pada persepsi visual dan konstruksi. Volume lesi yang lebih kecil secara independen memprediksi pemulihan yang lebih baik pada memori visual.63 Stroke pada pembuluh darah kecil yang paling sering muncul sebagai sindrom lakuner menyebabkan disabilitas yang paling ringan dengan perburukan kognitif dan/atau motorik parsial.64

II.                                                           FIBRINOGEN      
                                                               Fibrinogen manusia merupakan glikoprotein besar dengan berat molekul 340.000 Dalton, merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam proses pembekuan. Disintesa dihati dan dikumpulkan di dalam alfa granul platelet, disirkulasikan di plasma pada konsentrasi 1,2 — 3,5 gram/liter dan tidak terdapat di dalam serum. Karena itu gangguan fungsi hati dapat menyebabkan defisiensi faktor pembekuan dan gangguan sistem haemostasis. Sekitar 10-25% dari total fibrinogen yaitu sekitar 75% dari fibrinogen yang beredar. Didistribusikan ekstravaskuler di dalam cairan interstitial dan getah bening. Kadar minimum yang diperlukan untuk fungsi hemostasis hanya 0.5 g/l.65,66,67 Fibrinogen terutama diproduksi oleh hepatosit dan dalam jumlah kecil oleh megakariosit. Produksi fibrinogen oleh paru-paru dan epitel usus membutuhkan stimulus inflamasi. Fibrinogen plasma mempunyai waktu paruh biologis sekitar 100 jam. Konsentrasi fibrogen dapat meningkatkan sebanyak 200-400% selama stres fisiologis (terutama karena aksi macrophage-derived interleukin-6).
                                                               Fibrinogen adalah glikoprotein plasma yang disintesis dalam hati dan berperan penting dalam hemostasis (menghentikan kehilangan darah dari jaringan yang rusak), penyembuhan luka, fibrinolisis, inflamasi, angiogenesis, interaksi selular dan matriks, dan neoplasia. Proses ini melibatkan konversi fibrinogen menjadi fibrin, dan terkadang interaksi fibrin(ogen) dengan berbagai protein dan sel.65,68

2.1                                                          Struktur Fibrinogen, Konversi menjadi Fibrin dan Perakitan Fibrin
                                                               Molekul fibrinogen merupakan suatu struktur yang membentang sepanjang 45 nm yang terdiri dari dua set disulfide yang dijembatani rantai Aα-, Bβ-, dan γ-. Secara berurutan terdapat 610, 461, dan 411 asam amino residu dalam bentuk umum dari rantai Aα, Bβ, dan γ. Berat molekul kira-kira 340.000 D. Rangkaian asam amino rantai Aα, Bβ, dan γ adalah homolog, mengindikasikan bahwa mereka berasal dari asal yang sama.                                                     
Gambar 2. Struktur fibrinogen
                                                              
                                                               Fibrin terbentuk setelah pembelahan thrombin fibrinopeptide A (FPA) dari fibrinogen rantai Aα- , yang kemudian memulai polimerisasi fibrin. Fibril beruntai ganda terbentuk melalui asosiasi end-to-middle domain (D:E), dan asosiasi fibril lateralis bersama-sama dan bercabang membuat jaringan clot. Perakitan fibrin memfasilitasi antiparalel c-terminal yang selaras dengan pasangan rantai-γ antarmolekul, yang kemudian mengadakan “cross-linked” kovalen oleh faktor XIII (protransglutaminase plasma) atau XIIIa untuk membentuk γ-dimer. Selain peran utamanya dalam menyediakan perancah untuk trombus intravaskular dan juga penentuan sifat penting viskoelastik clot, fibrin (ogen) berpartisipasi dalam fungsi biologis lainnya yang melibatkan binding site yang unik, beberapa di antaranya menjadi terbuka sebagai konsekuensi pembentukan fibrin. 65,68,69    

2. 2                                                         Metode Pengukuran kadar Fibrinogen
                                                               Metoda yang tersedia untuk menentukan fibrinogen salah satunya adalah metoda Clauss. Semua penentuan kuantitatif fibrinogen dikalibrasi dengan menggunakan standar fibrinogen yang tersedia secara komersial. Semua proses dan peralatan spesifik standar fibrinogen mengandung konsentrasi fibrinogen buatan pabrik. Metoda itu terutama menentukan nilai fibrinogen yang dapat mengalami koagulasi.68,70,71
                                                               Berbagai teknik pengukuran konvensional penentuan fibrinogen telah digunakan dalam penelitian epidemiologi. Untuk penelitian hemostatis, uji koagulasi ini mempunyai nilai diskriminan yang cukup, lingkup normal fibrinogen antara 145-348 mg/dl.72

2. 3                                                         Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Fibrinogen Plasma
                                                               Hati mempunyai kapasitas besar dalam hal sintesis fibrinogen, dan kadar dalam plasma dipertahankan sampai akhir gagal hati. Pada saat kadar fibrinogen menurun hingga 1 g/L, biasanya sudah terjadi penyakit hati fulminan yang berat atau sirosis dekompensata fase akhir. Produksi dan sintesis fibrinogen dikontrol oleh sitokin dan molekul lainnya. Tercatat bahwa IL-1,IL-6 dan TNF-α menunjukkan aktivitas stimulasi produksi fibrinogen sedangkan IL-4,IL-10,IL-13 dan kadar plasma yang tinggi menekan sintesisnya.66 Waktu paruh biologis fibrinogen berkisar 100 jam.65 Apabila disertai infeksi, kadar fibrinogen menurun melebihi yang diperkirakan akibat koagulopati konsumtif (DIC). Di lain pihak, adanya proses inflamasi dalam bentuk hepatitis kronik misalnya sirosis bilier, akan terjadi peningkatan TNF-α yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan sintesis fibrinogen, sehingga kadar dalam plasma meningkat.65
                                                                
Gambar 3. Fibrinogen : Biosintesis, struktur skematik dan berbagai fungsi pada pembuluh darah

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kadar fibrinogen plasma. Secara garis besar kadar fibrinogen plasma tergantung pada faktor genetik dan faktor lingkungan.65,66

Merokok
Dari keseluruhan faktor tersebut, tampaknya merokok menjadi determinan yang kuat untuk mempengaruhi kadar fibrinogen plasma. Diperkirakan bahwa setengah dari perokok berhubungan dengan kerusakan kardiovaskuler dimediasi melalui proliferasi kadar fibrinogen. Membutuhkan waktu lebih kurang 10 tahun atau lebih agar kadar fibrinogen seorang perokok kembali sama dengan orang sehat yang tidak merokok. Merokok telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penentu kadar fibrinogen yang paling penting. Merokok secara nyata meningkatkan kadar fibrinogen plasma, serta pergeseran dari rokok sigaret  menjadi perokok cerutu. Selain itu, perokok pasif juga berhubungan dengan peningkatan kadar fibrinogen plasma (sekitar 40-60% dari perokok aktif). Telah diperkirakan bahwa peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sampai 50% pada perokok mungkin disebabkan oleh efek merokok pada fibrinogen.
                                                               Meskipun disebutkan bahwa berhenti merokok dapat menurunkan kadar fibrinogen plasma secara cepat, keseluruhan kadar  masih tetap tinggi. Diperkirakan memakan waktu setidaknya sepuluh tahun setelah berhenti merokok untuk menyamakan kadar fibrinogen pada mereka yang tidak pernah merokok. Mantan perokok biasanya memiliki kadar fibrinogen antara mereka yang aktif merokok dengan yang  tidak pernah merokok. Beberapa studi mengemukakan bahwa sintesis fibrinogen yang meningkat memainkan peran utama dalam hiperfibrinogenaemia pada perokok. Efek merokok terhadap sintesis fibrinogen mungkin dapat menjelaskan bahwa inflamasi umum sebagai respon terhadap merokok (kondisi inflamasi kronis pembuluh darah, saluran pernafasan atau organ lainnya).66



Obat-obatan
Ada banyak obat yang menurunkan kadar fibrinogen, seperti beta-adrenergik reseptor blocker, ACE-inhibitor, calcium channel blocker, fibrinolitik, tiklopidin dan pentoxifyline. Fibrat adalah lipid -modifikasi agen yang bertindak melalui reseptor nuklear  Peroksisom  proliferator-activated receptor alpha (PPA- Rα). Selain itu, fibrate paling  konsisten menurunkan fibrinogen plasma.  Fibrate basal dan aktifitas IL-6 -diinduksi fibrinogen-beta promotor dilaporkan berkurang. Menariknya, statin (obat hypolipemic - HMG CoA reduktase inhibitor) yang saat ini sebagian besar menggantikan fibrate karena hasil klinis yang lebih baik dalam mengobati penyakit kardiovaskular, umumnya tidak menurunkan  kadar  fibrinogen.  Meskipun sejumlah besar obat diketahui mengganggu metabolisme fibrinogen dan menurunkan  konsentrasi plasma, belum ada obat tunggal dikenal  secara selektif  menurunkan kadar fibrinogen.66
            Pemberian aspirin jangka panjang dapat menurunkan kadar fibrinogen plasma melalui penghambatan pada produksi IL-6 dan mencegah progresi aterosklerosis. Namun pada penelitian yang dilakukan Krusius dkk menunjukkan bahwa pemberian aspirin jangka pendek tidak menurunkan kadar fibrinogen plasma pada dewasa sehat. 73
2.4                                                          PERAN FIBRINOGEN PADA STROKE ISKEMIK
                                                               Studi  pada tikus menunjukkan bahwa thrombus yang terbentuk setelah cedera endothelial terbatas (sama dengan cedera yang menginisiasi atherosclerosis pada manusia) kaya dengan fibrin,platelet dan leukosit. Beberapa hari setelah formasi, thrombus ini sulit dibedakan dengan plak fibrous aterosklerotik. Selanjutnya, beberapa fibrinogen degradation product yang dibentuk ketika fibrinogen terpapar dengan plasmin meningkatkan kemotaksis, permeabilitas vaskuler, kontraktilitas sel otot polos, sintesis kolagen dan angiogenesis. Eritrosit pada orang normal tidak menempel pada sel endotel, sementara pasien yang memiliki  kecenderungan thrombosis (seperti pada diabetes mellitus) mudah menempel, dan fibrinogen menjadi modulator utama proses adhesi ini. 74
                                                               Pada sebuah penelitian yang dilakukan Assayag dkk. disimpulkan bahwa dari beberapa protein yang sensitif terhadap inflamasi, termasuk fibrinogen, immunoglobulin, ceruloplasmin dan hs-CRP, fibrinogen merupakan kontributor dominan dalam meningkatkan adhesifitas/agregasi eritrosit pada dinding pembuluh darah perifer baik pada individu dengan faktor resiko aterotrombotik maupun individu sehat.75
            Semakin banyaknya bukti yang mengindikasikan bahwa sistem hemostatik memegang peranan penting dalam pathogenesis penyakit vaskuler aterosklerotik. Beberapa studi epidemiologis menunjukkan hubungan antara peningkatan kadar fibrinogen plasma dengan peningkatan insidensi penyakit kardiovaskuler. Juga ditemukan bukti bahwa fibrinogen memiliki peran dalam proses akut dan inflamasi, yang kemudian terlibat dalam perkembangan aterosklerosis dan komplikasinya. Mekanisme dimana fibrinogen dapat memicu aterosklerosis dan thrombosis masih belum sepenuhnya dapat dipahami. 76-79
  Menurut penelitian yang dilakukan Lang dkk, pada stroke iskemik fase akut, kadar fibrinogen tidak berkorelasi dengan subtipe stroke iskemik berdasarkan kriteria TOAST.80
Gambar 4. Fibrinogen plasma, thrombogenesis dan atherogenesis79

Meskipun beberapa studi epidemiologi menunjukkan kadar fibrinogen yang tinggi berhubungan dengan peningkatan insidensi infark miokard, stroke dan TIA, apakah hiperfibrinogenemia adalah penyebab atau efek proses klinis akut masih belum jelas. Khususnya, telah ditunjukkan bahwa fibrinogen plasma meningkat dalam beberapa jam setelah stroke dan kemudian secara gradual akan menurun sampai kadar normal dalam beberapa minggu berikutnya. Kenaikan kadar fibrinogen pada pasien stroke dapat dipertimbangkan sebagai hasil reaksi fase akut setelah terjadi nekrosis jaringan otak.
Penelitian yang dilakukan Bakirci dkk, menunjukkan bahwa pasien dengan infark luas pada arteri serebri media dan arteri serebri anterior memiliki kadar fibrinogen dan CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Walaupun kenaikan kadar fibrinogen pada stroke akut telah terdokumentasi dan studi prospektif besar telah mengidentifikasi kadar fibrinogen yang tinggi sebagai faktor resiko stroke, berbagai stimulus mungkin berperan dalam sintesis up-regulating fibrinogen.81
Gambar 5. Fibrinogen plasma dan CRP pada pasien stroke iskemik dengan onset 72 jam.81

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan Jood dkk menemukan bahwa infark serebri disebabkan oleh penyakit pembuluh darah besar menyebabkan kenaikan kadar fibrinogen yang lebih besar bila dibandingkan dengan yang diinduksi oleh pembuluh darah kecil. 82
Pengukuran serial kadar fibrinogen pada pasien stroke iskemik oleh del Zoppo dkk menunjukkan bahwa kenaikan kadar fibrinogen mewakili reaksi akut stroke itu sendiri. Kenaikan kadar fibrinogen meningkat setelah onset stroke akan tetapi secara bertahap. 67
Gambar  6. Rerata kadar protein fase akut stroke iskemik akut  berdasarkan waktu 67

Menurut penelitian Elkind dkk, didapatkan bahwa pada pasien stroke iskemik pertama kali derajat ringan sampai sedang, kadar protein fase akut high sensitivity C-reactive protein (hs-CRP), serum amyloid A (SAA), dan fibrinogen masih stabil setelah stroke setidaknya selama satu  bulan. 83

2.4.1                                                       Fibrinogen dan Inflamasi
                                                               Proses inflamasi terutama diperantarai oleh interaksi fibrinogen dengan leukosit melalui reseptor permukaan yang dinamakan integrin. Dua reseptor utama untuk fibrinogen di permukaan leukosit meliputi MAC-1 (CD 11 b/CD18, alfa M beta 2) dan alfa X beta 2 (CD11c/CD18, p150. 95). Leukosit (baik monosit maupun mielosit) dapat secara spesifik menginduksi reseptor MAC-1 untuk mengikat fibrinogen. Kemampuan reseptor MAC-1 untuk mengikat fibrinogen disebabkan oleh perubahan maturasional yang terjadi pada reseptor selama proses diferensiasi sel, dan tidak dapat ditemui pada fase istirahat. Tempat fibrinogen berikatan dengan MAC-1 tidak dapat ditempati oleh integrin dari jenis lain. 65
                                                               Fibrinogen juga merupakan ligan bagi Intercellular-Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), dan meningkatkan interaksi sel endotel-monosit dengan menjembatani MAC-1 pada monosit dengan ICAM-1 pada sel endotel. Dengan demikian, ICAM-1 berlaku sebagai ligan permukaan sel bagi integrin alfa L beta 2 dan alfa M beta 2 (MAC-1), dan berperan penting dalam adhesi lekosit ke endotel vaskuler. Lebih jauh lagi, fibrinogen meningkatkan konsentrasi protein ICAM-1 pada permukaan sel endotel, yang pada gilirannya meningkatkan adhesi lekosit pada permukaan sel endotel, meskipun pada kondisi aliran darah yang cepat. Lebih jauh lagi, pengikatan fibrinogen terhadap ICAM-1 pada sel endotel juga memperantarai adhesi platelet. Interaksi fibrinogen dan sel yang mengekspresikan ICAM-1 diasosiasikan dengan proliferasi seluler. 65
                                                              
Gambar 7. Oklusi oleh thrombus proksimal menyebabkan cascades inflamasi pada kapiler jaringan iskemik distal. P-selectin dilepaskan dari tempat penyimpanannya, bersama-sama dengan E-selectin, mengikat sialyl-Lewis X untuk meningkatkan adhesi bergulir neutrofil (1). Iskemia menginduksi ekspresi IL-1 pada sel endotel yang kemudian menginduksi ekspresi ICAM-1 pada permukaan sel endotel. Integrin Mac-I dan limfosit-fungsi terkait antigen-1 pada permukaan neutrofil mengikat ICAM-1, ICAM-2, dan VCAM-1 menyebabkan ikatan yang kuat  (2). Astrosit, makrofag, dan mikroglia di jaringan otak iskemik mengeluarkan CINC dan MCP-1 sebagai respon  terhadap sitokin  akibat proses iskemik. Kemokin mengkode diapedesis dan migrasi neutrofil ke dalam parenkim otak, yang  menyebabkan kerusakan jaringan (3 dan 4). 84

Penelitian Sen dkk menyatakan bahwa fibrinogen dapat menginduksi vasokonstriksi yang dihasilkan endotelin-1 (ET-1) yang diproduksi  oleh sel endotel vaskuler dan dimediasi oleh extracellular signal-regulated kinase- ½ (ERK-1/2). Pada penelitian yang menggunakan tikus percobaan, ditunjukkan bahwa fibrinogen berikatan dengan ICAM -1 pada permukaan sel endotel. Ikatan ini akan mengaktifkan ERK-1/2 yang selanjutnya memicu eksositosis Weibel-Palade bodies (WPBs) sehingga terjadi pelepasan Big ET-1. Kontak antara Big ET-1 dan endothelin converting enzyme (ECE) akan menyebabkan konversi Big ET-1 menjadi ET-1. Ikatan ET-1 dan ET-A reseptor pada sel otot polos akan menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah. 65,85
Gambar 8. Representasi skematik Fibrinogen menginduksi produksi ET-1dari sel endotel. Kadar fibrinogen yang tinggi secara patologis meningkatkan ikatannya dengan ICAM-1 endotel. Proses ini mengaktifkan ERK-1/2 85

Fibrinogen, ketika berikatan dengan reseptor integrin pada permukaan leukosit juga memfasilitasi respons kemotaksis, dan dengan demikian memainkan peranan penting pada proses inflamasi. Satu dari sekian mekanisme yang diajukan adalah bahwa fibrinogen menginduksi peningkatan kalsium bebas intraseluler dan peningkatan ekspresi marker aktivasi neutrofil. Proses ini berakibat dalam peningkatan fagositosis, toksisitas leukosit yang diperantarai antibodi, dan perlambatan terjadinya apoptosis.65,66,86
Fibrinogen juga berperan dalam fasilitasi interaksi sel ke sel dan interaksi sel dengan matriks ekstraseluler seperti kolagen. Dengan demikian, sebagaimana dijelaskan di atas, fibrinogen merupakan mediator yang sangat penting dalam interaksi adhesi dan inflamasi sel ke sel.65,86
                                                               Terakhir, terdapat pula bukti bahwa fibrinogen memfasilitasi respons inflamasi yang dipicu oleh biomaterial. Interaksi dengan biomaterial menghasilkan perubahan bentuk pada molekul fibrinogen dan mengubahnya menjadi fibrinogen "proinflamasi", dan menyebabkan pajanan pada epitop yang berikatan dengan reseptor MAC-1 bagi makrofag.65,86
                                                   Dalam penelitian yang dilakukan Lishko dkk disebutkan bahwa terlibatnya leukosit fagositik di tempat cedera dinding vaskuler memegang peranan penting dalam remodeling  thrombus  selama perbaikan vaskuler normal dan pada patofisiologi thrombosis. Fibrinogen dan fibrin yang ditampilkan dalam thrombus berfungsi sebagai substrat adhesif kuat untuk neutrofil dan monosit. Namun apabila jumlah leukosit berlebihan dalam sirkulasi, fibrinogen dapat melindungi fibrin dari adhesi leukosit yang berlebihan.86
Beberapa studi menunjukkan bahwa faktor leukosit dapat merangsang peningkatan protein plasma tertentu termasuk fibrinogen. Telah diketahui bahwa fibrinogen, fibrin, plasmin, dan leukosit (monocytes dan neutrophils) muncul pada tempat terjadinya inflamasi. Tampaknya masuk akal bahwa leukosit dapat berkaitan dengan jalur sintesis fibrinogen yang melibatkan fragmen D dan E. Ketika leukosit  bersinggungan dengan fragmen D atau E mereka memberikan respon dengan memproduksi faktor yang ketika ditambahkan pada hepatosit terisolasi mempunyai efek dramatic pada  sintesis fibrinogen. Baik fibrinogen maupun fibrin merangsang leukosit untuk memproduksi Hepatocyte-Stimulating Factor  (HSF); bagaimanapun, plasminolitik fragmen D and E pada konsentrasi molar yang sama merangsang produksi HSF oleh leukosit.87,88
Gambar 9. Jalur umpan balik tidak langsung fibrinogen dan sintesis protein plasma lainnya. Fragmen plasmin yang berasal dari fibrinogen atau fibrin merangsang stimulasi produksi HSF yang dikirim melalui darah menuju liver dan memberi sinyal kepada hepatosit untuk meningkatkan sintesis dan sekresi protein plasma tertentu. Secara mendasar skema ini mengikuti jalur fisiologi natural dimana peningkatan fibrin menghasilkan kenaikan kadar  D' dan E' dan selanjutnya peningkatan kadar globulin fase akut. 87

2.4.2                                                       Fibrinogen dan Aterogenesis
                                                               Mekanisme dimana fibrinogen dapat  memicu aterosklerosis dan thrombosis masih belum sepenuhnya dapat dipahami. Fibrinogen dapat memicu aterogenesis melalui peningkatan permeabilitas vaskuler dan sintesa kolagen, memicu terjadinya cedera endothelial serta memicu proliferasi dan migrasi sel otot polos. Lebih lanjut diketahui bahwa fibrinogen dengan reseptor pada permukaan membran platelet untuk menguatkan  agregasi in vivo. Fibrinogen juga secara langsung menuju lesi vaskuler arteriosklerosis, dimana fibrinogen akan berubah menjadi fibrinogen degradation product dan berikatan dengan low density lipoprotein. Baik fibrinogen maupun fibrinogen degradation product merangsang proliferasi dan migrasi sel otot polos. Keseluruhan efek ini menunjukkan bahwa fibrinogen terlibat dalam formasi plak tahap awal. Akan tetapi, masih menjadi kontroversi hubungan antara fibrinogen terhadap marker aterosklerosis subklinis. 75-78  
Pada  sebuah penelitian yang dilakukan oleh Paramo dkk. ditemukan bahwa pada sampel populasi dewasa tanpa penyakit aterosklerosis yang nyata secara klinis, peningkatan kadar fibrinogen berhubungan dengan intima-media thickness (IMT) karotis secara independen. Kadar fibrinogen plasma dapat menjadi marker independen aterosklerosis subklinis pada subjek asimtomatik.89
Fibrinogen berikatan dengan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1 – glikoprotein permukaan sel yang berperan penting interaksi adhesi sel ke sel) up-regulasi ekspresi gen ICAM-1, memediasi perlekatan leukosit, makrofag, dan platelet ke sel endotel dan menyebabkan lepasnya mediator vasoaktif. Lebih lanjut, fibrinogen dan produk degradasinya memodulasi permeabilitas endothelial, menyebabkan deposisi fibrinogen dan fibrin pada ruang subendotelial, memicu proliferasi dan migrasi sel otot polos serta kemotaksis monosit. Deposisi subendotelial fibrinogen dan fibrin menyediakan sebuah permukaan adsorbtif untuk akumulasi LDL dan apo(a) ekstraseluler. Fibrinogen terakumulasi dalam plak aterosklerotik. Melalui semua hal ini, dapat dikatakan bahwa fibrinogen terlibat dalam perkembangan atherogenesis.
Gambar 10. Inisiasi lesi aterosklerosis ditandai dengan retensi LDL dan selanjutnya oxidative modification (oxLDL) dalam matriks intima vaskuler. Stimulasi sel endotel yang terpapar  oleh  oxLDL merekrut monosit sirkulasi ke dinding  pembuluh darah. Differensiasi monosit  menjadi makrofag dan receptor scavenger mediated uptake oxLDL menghasilkan aggregasi dalam pembentukan  foam-cells, diikuti migrasi dan proliferasi sel otot polos vaskuler. 90
                                                               Nampaknya hanya ada sedikit keraguan bahwa, deposisi fibrin dapat menginisiasi aterogenesis dan berperan dalam pertumbuhan plak. Fibrinogen dan metabolitnya nampaknya menyebabkan kerusakan endotel dan disfungsi dengan berbagai cara. Sebagian besar lesi aterosklerotik pada manusia, menunjukkan tidak adanya bukti fisura atau ulserasi, dapat terdiri dari sejumlah besar fibrin, yang berada baik dalam bentuk trombus pada dinding (mural) di permukaan plak, berlapis-lapis dalam tutup fibrosa, pada inti yang kaya lipid, maupun terdistribusi di seluruh plak. Fenomena ini dapat diperumit oleh penurunan aktivitas fibrinolitik intima arteri dan konsentrasi plasminogen yang dijumpai pada penyakit kardiovaskuler.91
                                                               Telah diajukan bahwa ketika berada pada lapisan intima arteri, fibrin menstimulasi proliferasi sel dengan membentuk alur sepanjang migrasi sel, dan berikatan dengan fibronektin, yang menstimulasi migrasi sel dan adhesi.92
                                                               Produk degradasi fibrin, yang didapati pada intima, dapat menstimulasi mitogenesis dan sintesis kolagen, menarik leukosit, dan mengubah permeabilitas membran dan tonus vaskuler. Pada plak tahap lanjut, fibrin juga dapat terlibat dalam pengikatan LDL dan akumulasi lipid yang menghasilkan inti lemak pada lesi aterosklerosis. 65,91,92

2.4.3                                                       Fibrinogen dan trombogenesis
                                                               Fibrinogen memiliki peran penting dalam proses trombogenesis, yang menjadi precursor fibrin. Thrombogenesis diregulasi oleh keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolitik. Setelah terjadi cedera pada dinding pembuluh darah, tromboplastin jaringan akan dikeluarkan dari subendotelial. Tromboplastin jaringan pada gilirannya memacu jalur ekstrinsik koagulasi dengan mengaktivasi faktor VII menjadi faktor VIIa. Kontak antara sel darah dengan permukaan asing akan menginisiasi jalur intrinsic, dengan mengaktivasi faktor XII menjadi XIIa, serta mengaktifkan platelet. Namun, agregasi platelet, tidak menyediakan stabilitas yang cukup dan diperlukan aktivasi koagulasi lebih lanjut. 61
                                                               Jalur bersama kaskade koagulasi melibatkan faktor X menjadi Xa, dan aktivasi protrombin menjadi thrombin. Trombin merupakan enzim protease, memfasilitasi pemecahan fibrinogen menjadi monomer fibrin, yang berikatan satu sama lain baik bersisian maupun antar ujungnya untuk membentuk polimer fibrin. Faktor XIII yang teraktivasi memfasilitasi ikatan silang antara polimer fibrin untuk membuat bekuan fibrin yang stabil.65,66

III                                                          HUBUNGAN KADAR FIBRINOGEN DENGAN FUNGSI KOGNITIF
Pengukuran kadar fibrinogen plasma merupakan pemeriksaan standar untuk mengevaluasi gangguan perdarahan atau episode trombosis. Terlepas dari peran pentingnya pada trombogenesis, inflamasi, respon imun dan aterogenesis, fibrinogen juga merupakan reaktan fase akut yang menonjol. 93 Kadar fibrinogen merefleksikan potensi trombosis darah sehingga dikaitkan gangguan kognitif penyakit serebrovaskuler. Fibrinogen juga merupakan penentu utama viskositas plasma. Fibrinogen bersama deformasi sel darah merah, agregasi sel darah merah, dan volume fraksi sel darah merah (hematokrit) sebagai komponen viskositas darah (resistensi intrinsik darah untuk mengalir dalam pembuluh darah. Selanjutnya peningkatan viskositas menyebabkan gangguan aliran mikrosirkulasi, kerusakan endotel dan predisposisi trombosis. 94
Sebagaimana fibrinogen merupakan permukaan adsorptif untuk LDL kolesterol, fibrin dipecah selama proses fibrinolisis mengarah pada agregasi lipid dan pertumbuhan plak sebagai respon inflamasi. Kamath dkk mengusulkan pengukuran fibrinogen sebagai protein fase akut yang lebih penting dibandingkan CRP berkaitan dengan perannya yang spesifik dalam penyakit vaskuler.66  
Sampai saat ini belum ada tinjauan sistematik yang menyimpulkan hubungan antara kadar fibrinogen dengan fungsi kognitif.  Penelitian yang dilakukan Xu dkk menyimpulkan bahwa kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif  dan kondisi hiperfibrinogenemia meningkatkan risiko terjadinya demensia pada pasien MCI.95  Hal ini berbeda dengan penelitian dilakukan Rafnsson dkk pada The Edinburgh Artery Study yang melibatkan 452 sampel kemudian diikuti selama 16 tahun, dipostulasikan bahwa beberapa mekanisme yang melibatkan fibrinogen diduga terlibat dalam proses gangguan fungsi kognitif. Termasuk di dalamnya adalah peningkatan viskositas plasma yang akhirnya menyebabkan penurunan aliran darah serebral. Hematokrit dan viskositas plasma berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif namun tidak berhubungan dengan kadar fibrinogen.12
Hasil yang hampir sama penelitian kohort yang melibatkan 2154 orang dilakukan Elwood dkk, reologi darah sebagaimana ditentukan oleh hematokrit dan viskositas plasma merupakan penentu signifikan fungsi kognitif usia lanjut. Di sisi lain, potensi trombotik darah yang diindikasikan oleh kadar fibrinogen menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan . Hasil yang signifikan tampak pada hubungan antara viskositas plasma dan AH-4 dan skor waktu reaksi. Mengingat bahwa fibrinogen merupakan konstituen utama viskositas plasma maka hal ini konsisten dengan hipotesis aliran darah serebral secara langsung dengan fungsi kognitif  dibandingkan dengan melalui mekanisme aterosklerosis atau proses penyakit lain. Hubungan signifikan berbentuk U juga ditemukan antara hematokrit dan reaction time setelah penyesuaian  usia dan kelas sosial. Sampai saat ini masih dibutuhkan penelitian dan pengertian tentang peran fibrinogen dan bagaimana mekanisme hubungan kadar fibrinogen dengan fungsi kognitif. Berbagai pendapat mengindikasikan hubungan yang potensial melalui penurunan aliran darah  dan peningkatan viskositas plasma yang berpengaruh pada proses atherosklerosis dan inflamasi.13

IV                                                          Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina)
Tes penyaringan dibutuhkan untuk membantu menegakkan diagnosis perburukan kognitif pada stroke. Montreal Cognitive Assessment (MoCA) merupakan salah satu tes yang digunakan untuk tujuan tersebut. Tes ini telah teruji validitas dan reliabilitasnya, dan diketahui lebih sensitif dibandingkan Mini-Mental State Examination (MMSE).96,97

MoCA versi bahasa Indonesia dinyatakan merupakan tes yang valid berdasar lintas budaya dan prinsip validasinya dapat diandalkan dengan nilai Kappa total antara 2 orang dokter (inter rater) adalah 0,820. Sedangkan pada tiap-tiap ranah : visuospasial/eksekutif 0,817; penamaan (naming) 0,985; dan atensi 0,969. Sementara untuk ranah bahasa 0,990; abstraksi 0,957; memori 0,984, dan orientasi 1,00. Dengan demikian, MoCA-Ina dapat diaplikasikan dan digunakan oleh Neurolog dan praktisi umum pada pasien di Indonesia.98